JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin memberikan apresiasi terhadap sikap dan penegasan Presiden Joko Widodo yang meminta Komnas HAM bekerja dengan penuh independen dalam menyikapi peristiwa yang terjadi di Tol Cikampek KM50 yang mengakibatkan tewasnya enam laskar FPI.
Azis Syamsuddin juga menilai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan tujuh anggota Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI yang dipimpin Amien Rais, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (9/3/2021) merupakan hal positif dalam sisi komunikasi dan terbukanya ruang dialog.
”Secara gamblang Presiden telah meminta Komnas HAM bekerja dengan penuh independen dan tanggung jawab. Presiden juga telah meminta laporan berupa fakta yang didapat. DPR menilai ini benang merah, bahwa Pemerintah bersikap terbuka karena tidak ada kepentingan di balik peristiwa yang terjadi,” papar Azis Syamsuddin dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/3/2021).
DPR berharap dari hasil pengumpulan data dan kerangan yang disuguhkan Komnas HAM, bisa menjadi titik awal pengungkapan fakta secara terang-benerang dalam muka persidangan nantinya.
”DPR meminta empat rekomendasi yang telah disampaikan kepada Presiden kembali diuji dan diproses secara transparan adil dan bisa dinilai publik. Buka secara gamblang dalam persidangan. DPR meyakini, Pemerintah tidak memiliki kepentingan melindungi siapa pun dan atas dasar apa pun dalam peristiwa tersebut,” tegas Azis.
Selaras dengan sikap Pemerintah, DPR juga terbuka manakala ada pihak yang ingun menyampaikan bukti terjadinya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa tersebut. Ini sebagai upaya membantu semua pihak dalam mencari keadilan
”Perlu menjadi catatan bahwa sebuah peristiwa baru dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM berat jika memenuhi tiga syarat yakni terstruktur, sistematis dan masif. Ini pun telah disampaikan secara gamblang oleh Menko Polhukam Mahfud MD seusai mendampingi Presiden menerima anggota TP3,” jelas Azis.
DPR juga berhadap kepada TP3 atau siapapun warga negara yang mempunyai bukti-bukti lain agar dikemukakan di persidangan. ”Kita berharap tidak ada narasi yang memojokan satu sama lain. Berdirilah secara independen dalam mendukung pembuktian dalam persitiwa yang telah terjadi,” jelas Azis Syamsuddin.
Pria jebolan S3 Bidang Hukum Pidana Internasional Universitas Padjajaran, Bandung tahun 2007 ini menilai keyakinan TP3 yang berbeda dengan kesimpulan Komnas HAM dalam melakukan investigasi terhadap bukti dan fakta di lapangan harus diuji dalam persidangan.
Temuan Komnas HAM yang mengungkapkan peristiwa di tol Cikampek KM 50 merupakan pelanggaran HAM biasa, harus dihargai setelah proses yang dilakukan, menyita waktu, tenaga dan mempertaruhkan integritas.
”Jika ada keyakinan bahwa peristiwa itu dinilai sebagai pelanggaran berat, asumsi ini harus diuji dengan bukti. DPR mendukung pengungkapan kasus ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000,” tutup Azis Syamsuddin. (*/red)
Komentar