JAKARTA, SIN.CO.ID – DPR RI optimistis Undang-Undang Cipta Kerja mampu mendorong akselerasi pertumbuhan bisnis dan investasi di Indonesia. Karena mereformasi regulasi menjadi lebih mudah berusaha merupakan bagian penting dalam semangat UU itu sendiri.
Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin mengapresiasi langkah Pemerintah yang terus melakukan akselerasi melalui UU Cipta Kerja. Salah satunya mendorong penciptaan lapangan pekerjaan dan berwirausaha bagi masyarakat.
“Langkah Pemerintah memberikan relaksasi kredit dan keringanan pembiayaan, namun juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kemudahan dalam berbisnis dan memberikan kepastian usaha adalah angin segar,” jelas Azis Syamsuddin dalam keterangan resminya, Senin (21/12/2020).
Terlebih, sambung Wakil Ketua Umum Partai Golkar tersebut, Pemerintah tengah menyelesaikan tiga aturan dalam bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang berkaitan dengan Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI).
“Ini menjadi ujung tombak peningkatan iklim bisnis dan investasi Indonesia. Dan yang paling utama adalah mendorong pemulihan ekonomi nasional. Maka DPR berharap, penguatan koordinasi dan sinergi antar lembaga dengan seluruh pemangku kepentingan,” jelasnya.
SWF misalnya, lanjuta Azis, akan menjadi salah satu solusi untuk mengelola dana investasi dari luar dan dalam negeri sebagai sumber pembiayaan untuk proyek-proyek yang strategis.
Terlebih, Pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh di kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen pada 2021 dengan inflasi yang tetap terjaga di kisaran 3 persen.
“Tentu saja, kondisi ini akan dapat tercapai dengan didukung oleh daya beli masyarakat dan sektor industri yang mulai pulih, seiring dengan berjalannya program pemulihan ekonomi dan berbagai upaya perbaikan,” jelas Azis Asyamsuddin.
DPR menilai, kebijakan APBN tahun 2021 juga diarahkan untuk mendukung akselerasi pemulihan dan transformasi ekonomi Indonesia melalui kebijakan strategis di sektor pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, infrastruktur, ketahanan pangan, pariwisata, dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Kondisi makin kuat setelah strategi pemulihan ekonomi akan diperkuat melalui program substitusi impor 35 persen.
“Program ini akan mendorong pendalaman struktur industri pada tujuh sektor industri prioritas yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, elektronik, farmasi, dan alat kesehatan,” tutup Azis Syamsuddin. (alx)
Komentar