JAKARTA, SIN.CO.ID – Setara Institute menyatakan kinerja Hak Asasi Manusia (HAM) di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin menurun pada tahun ini dibandingkan 2019.
Peneliti Hukum dan Konstitusi Setara Institute, Sayyidatul Insiyah mengatakan skor rata-rata untuk seluruh variabel dari Indeks HAM 2020 yakni 2,9 (dari rentang nilai 1-7) sedangkan pada tahun lalu mencapai 3,2.
Indeks HAM tersebut mencakup sejumlah indikator yang terbagi atas hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Hak sipil dan politik antara lain mencakup hak hidup, kebebasan beragama, serta kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat.
Sedangkan hak ekonomi, sosial, dan budaya mencakup hak atas kesehatan, pendidikan, pekerjaan, hak tanah, serta hak atas budaya.
Sayyidatul mengatakan secara umum penurunan tersebut disebabkan oleh pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, yang menurut Setara Institute mengikis jaminan HAM.
UU Cipta Kerja ini disahkan oleh DPR pada 5 Oktober 2020 lalu dan menuai kritik serta gelombang unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat.
“Proses pembentukan Undang-Undang CIpta Kerja dan penanganan penolakan oleh warga telah berdampak pada pelanggaran hak sipil dan politik,” kata Sayyidatul dalam konferensi pers virtual, Kamis.
“Sedangkan norma-norma dalam Undang-Undang Cipta Kerja secara normatif tidak suportif pada pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya,” lanjut dia.
Setara Institute juga menyoroti meningkat tajamnya jumlah vonis mati sebanyak 96 kasus pada 2020, dibandingkan dengan 2019 yang hanya sebanyak 16 vonis.
“Vonis mati sepanjang 2020 telah menjadi antitesis dari upaya perlindungan hak hidup di tengah pandemi Covid-19,” ujar Sayyidatul.
Dia menuturkan meningkatnya jumlah vonis mati di Indonesia tidak selaras dengan tren global dimana banyak negara justru tengah berupaya memoratorium hingga menghapus hukuman mati.
Selain itu, Setara Institute juga menilai penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu masih buntu.
Salah satu hal yang disoroti adalah pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bahwa tragedi Semanggi I dan II yang terjadi pada masa reformasi bukan termasuk pelanggaran HAM masa lalu.
Namun Setara Institute mengapresiasi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang memvonis pernyataan Jaksa Agung tersebut sebagai perbuatan melawan hukum.
“Meski demikian, sikap Jaksa Agung telah merusak harapan masyarakat akan penuntasan pelanggaran HAM Berat yang tak kunjung terselesaikan hingga kini,” tutur Sayyidatul.
Alih-alih mengupayakan penuntasan kasus HAM, Setara Institute mengkritik langkah pemerintah Jokowi yang menunjuk Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan.
Prabowo merupakan eks Komandan Tim Mawar sekaligus terduga aktor penculikan aktivis pada 1997-1998. (oke/alx)
Komentar