oleh

Optimalkan Transformasi Digital Radio Republik Indonesia

Oleh : Anwar Mujahid Adhy Trisnanto

Praktisi Komunikasi Pemasaran dan Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo. 

 

Sepanjang rentang usianya, Radio Republik Indonesia (RRI) telah berulang kali mengalami transformasi. Dari radio perjuangan politik dalam rangka kemerdekaan dan integrasi nasional (1945) menjadi radio pemerintah untuk mendukung politik pembangunan (1966). Lalu jadi perusahaan jawatan (2000), kemudian terakhir berubah lagi menjadi lembaga penyiaran publik (2005 sampai sekarang). Perubahan-perubahan itu kebanyakan berhubungan dengan peran kelembagaan sesuai perubahan kebijakan politik Pemerintah. Tapi satu dekade terakhir ini tuntutan perubahan bergeser lebih berlatar perkembangan teknologi. Bisa dimaklumi, karena terutama sejak era Industri 4.0 dinamika teknologi informasi-komunikasi telah berlangsung demikian dahsyat mengubah peradaban manusia. Menimbulkan tsunami disrupsi yang tak lagi bisa dibendung.

Dalam satu dekade terakhir ini, Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia telah melakukan serangkaian respons dengan mengembangkan teknologi siarannya. Tahun 2011 mulai dikembangkan RRI.co.id, 2014 menyusul RRIPlay yang berhasil meraih beberapa penghargaan internasional sebagai aplikasi radio terlengkap, kemudian 2018 hadir RRINet yang menampilkan fitur radio visual dengan tagline ‘Tonton Apa yang Anda Dengar’. Dan mulai September 2019 kita bisa lebih mudah menemukan produk digital RRI yang telah diintegrasikan dalam satu aplikasi: RRIplay Go. Terbetik berita, RRI juga tengah mengembangkan sistem Integrated Newsroom berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang dinamai Sistem Pelacak Ragam Informasi News Terbaru (SPRINT) yang siap diluncurkan awal tahun depan. Digitalisasi yang dilakukan tampaknya sudah sejalan dengan kebijakan Pemerintah untuk mendorong terbentuknya ekosistem digital yang akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi nasional.

Masalahnya tidak berhenti di situ. Lompatan perkembangan teknologi yang terjadi telah memicu perubahan perilaku masyarakat dalam menggunakan media. Orang mulai meninggalkan pesawat penerima radio dan beralih ke smartphone untuk mendapatkan informasi maupun hiburan. Meskipun harus diakui juga, radio konvensional tetap saja masih punya penggemar, karena kekhususan karakter yang dimilikinya. Tapi jumlah pendengar seperti ini dari hari ke hari makin menyusut. Maka kebijakan konvergensi media, multi platform, multi channel menjadi sebuah keniscayaan. Orang sekarang mencari konten bukan media. Mau tidak mau lembaga penyiaran juga harus melakukan perubahan model bisnisnya. Menjadi jelas bahwa keberhasilan transformasi digital tidak semata-mata ditentukan oleh teknologi, tetapi oleh kesatuan Manusia, Bisnis, dan Teknologi.

Talenta Digital
Pembangunan Sumber Daya Manusia bidang digital perlu dimulai dari level “literasi digital”, “talenta digital”, sampai level “kepemimpinan era digital”. Namun ketersediaan dan permintaan SDM digital belumlah seimbang. Perlu didorong lebih banyak dan lebih tersebar program semacam Digital Talent Scholarship yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Karena kecepatan keberhasilan membangun talenta digital akan memberikan peluang memenangkan persaingan dalam transformasi digital ini.

Baca Juga  Jadwal Suntik Vaksin Covid-19 Dosis Kedua Setelah Dosis Pertama

Dan membangun talenta digital berbakat barulah langkah awal. Dalam mencapai keberhasilan transformasi, tak kalah pentingnya juga membangun budaya organisasi. Perusahaan, tidak hanya bergantung pada teknologi yang tepat namun butuh dukungan budaya yang tepat, orang yang tepat dan proses yang tepat. Dibutuhkan SDM yang multi tasking dan kolaboratif, namun tidak boleh lupa tanggung jawab akan kaidah-kaidah  jurnalistik yang mengedepankan keterpercayaan, keberimbangan dan keakuratan. Budaya birokrat dan paternalistik perlu ditinggalkan, digantikan budaya broadcaster dan kesetaraan. Mengikis ketergantungan menggantikannya dengan kemandirian. Penghargaan terhadap hal-hal fisik perlu digantikan dengan penghargaan terhadap kreatifitas. Perlu ditanamkan semangat untuk senantiasa mengedepankan kepentingan publik. Bergerak cepat seiring dinamika pasang surut perubahan yang terjadi, mendada tantangan demi tantangan industri kreatif yang datang silih berganti. Siaga meninggalkan zona aman untuk meraih kemenangan dalam bersaing.

Model Bisnis
Perkembangan teknologi telah mengubah cara orang mencari dan mendapatkan informasi dan hiburan yang dibutuhkannya. Orang lebih membutuhkan dan mencari konten ketimbang medianya. Maka paradigma baru harus dimiliki oleh penyelenggara media, termasuk Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia. Bertahan pada model bisnis konvensional (fokus menjual medium) merupakan ikhtiar sia-sia berhadapan dengan kemerosotan kuota penempatan iklan. Situasi ini tidak hanya berlaku di media radio, tetapi juga di semua media tradisional. Beberapa pemilik media masih mencoba bertahan dengan menaikkan harga pada rate card, sehingga seakan-akan tidak terjadi penurunan pendapatan. Tetapi kebijakan demikian bukanlah langkah strategis yang tepat. Karena kita tidak akan mungkin mampu menahan gelombang perubahan perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi informasi.

Maka yang perlu dilakukan adalah menggeser medium kepada konten. Karena konten inilah yang dicari orang. Kita tidak lagi bisa semata-mata bersandar kepada jualan adlibs, spot, atau insert di antara siaran radio. Selain pemasukan dari sumber konvensional yang makin susut itu, saat ini pengelola radio harus mulai menggali kemungkinan-kemungkinan lain dari digital native ads, You Tube, sponsor konten di podcast, bahkan paywall/paid subscription/konten eksklusif berbayar. Perubahan model bisnis ini akan berdampak kepada perubahan cara kerja Lembaga Penyiaran. Kita membutuhkan kreator konten yang pintar memilih topik-topik menarik yang akan/sedang berkembang dalam masyarakat. Topik yang berguna untuk kehidupan pribadi, sosial, maupun profesionalnya.Jangan lupa, Indonesia demikian kaya, sehingga tidak sulit untuk mengembangkan konten tentang budaya Indonesia yang beragam. Tetapi konten ini perlu dikemas dengan relevansi yang tinggi dengan kehidupan jaman sekarang.

Selain itu, kita bisa memperkenalkan capaian-capaian dan daya saing Indonesia. Juga modernisasi pemikiran bangsa, tanpa meninggalkan nilai-nilai kita sebagai bangsa Indonesia. Ketepatan memilih konten dan penempatannya secara efektif dan efisien harus dilakukan dengan mengidentifikasi user journey, yang menggambarkan pola perilaku khalayak.

Baca Juga  Ini Syarat Ikut Vaksinasi Covid-19 Gratis di KAI

Saat ini tidak mudah bagi sebuah radio yang menyasar generasi muda untuk mendapatkan order iklan senilai 100 juta, tetapi hal ini mudah sekali didapatkan oleh “podcast beyond podcast” yang dikelola Deddy Corbuzier di You Tube.

Mengenali keunggulan RRI
Radio tidak hanya menyandang peran menghibur tetapi juga menjadi media informasi dan edukasi. Dalam kaitan ini, radio harus gigih mencari peluang yang tidak dimiliki media lain.  Kecepatan disertai kemampuan dokumentasi yang dimiliki, serta pemanfaatan teknologi baru menjadi senjata ampuh untuk mempertahankan dan menumbuhkan generasi baru pendengar.

Kekuatan radio yang lokal dan personal, sering tidak disadari oleh pengelola radio. Padahal mengeksplorasi hal tersebut bisa memberi dampak besar bagi perkembangan media dan ekonomi lokal. Apalagi saat ini terdapat kecenderungan pada beberapa brand untuk melakukan konsep pemasaran hyper local campaign, sebuah pendekatan pemasaran yang berorientasi kepada kedalaman dan engagement yang kuat dengan masyarakat lokal. Berarti sesungguhnya setiap radio sampai ke kota-kota kecil juga punya kesempatan untuk mendapatkan iklan.

Radio masih punya kekuatan, seperti menjadi media para komuter saat-saat berangkat dan pulang bekerja. Radio juga merupakan gabungan dari sebuah paket besar media dan komunitas. Media dan informasi budaya, media dan crowd culture/conversation, media dan dinamika urban. Kekuatan-kekuatan ini tidak dimiliki oleh media lain. Pendengar radio lebih loyal, memiliki direct engagement, sangat dimungkinkan untuk dikelola sebagai komunitas influencer. Sesungguhnya semua kekuatan ini sangat dimiliki oleh Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia yang memiliki jaringan tak kurang dari 90 stasiun di seluruh Indonesia, melayani kebutuhan informasi, edukasi dan hiburan masyarakat yang ada di kawasan 3T, dan menjadi penawar rindu bagi diaspora Indonesia di mancanegara, termasuk pejoang-pejoang Tenaga Kerja Indonesia kita di berbagai belahan dunia. Apalagi dalam hal kesiapan melakukan transformasi digital, Radio Republik Indonesia diakui sudah jauh lebih maju di depan dibanding dengan radio-radio siaran swasta kita yang bahkan masih mencari-cari format peta jalan transformasi digital.

Manajemen Branding
Yang tak kalah pentingnya adalah manajemen branding, sebuah hal yang terkesan belum banyak disentuh oleh Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia. Banyak orang Generasi Y yang menyatakan RRI adalah sebuah legenda, sebuah sejarah perjoangan mewartakan proklamasi ke seluruh dunia. Tentu saja ini penting. Tetapi yang lebih kita butuhkan adalah RRI masa kini, dan masa datang. Transformasi digital yang dilakukan tampaknya belum diikuti oleh usaha membangun brand image, bahkan brand preference yang memadai sekalipun. Ambillah contoh, ketika kita sudah berada di era IoT, bahkan sebagian orang sudah ancang-ancang dengan Masyarakat 5.0 (Imagination Society), dan penyiaran radio sudah melibatkan video, audio dan teks, rasa-rasanya perlu didiskusikan masih relevankah tagline “Sekali di Udara, Tetap di Udara”.

Baca Juga  Awas Ada Modus Penipuan Lowongan Kerja di BUMN

Kita berkepentingan untuk melakukan rebranding, dalam rangka mendapatkan citra baru RRI: RRI yang menyuarakan Indonesia, menyebarkan nilai-nilai keindonesiaan, dan mempengaruhi masyarakat dunia. Manajemen branding yang tepat akan memberi dampak positif ke dalam dan keluar. Memudahkan merumuskan pembaharuan nilai-nilai, perubahan budaya organisasi, memperkenalkan nilai-nilai baru RRI yang relevan kepada para pemangku kepentingan, meningkatkan engagement khalayak dengan membangun ikatan emosional, selain mendapatkan citra baru. Barang tentu, akan memudahkan RRI mendapatkan respons positif dalam mengembangkan bisnisnya.

Sebuah benchmark
September 2020, dalam dokumen setebal 262 halaman BBC merilis BBC Group Annual Report and Account 2019/20. Menunjukkan apa yang telah dilakukan dan hasil yang dicapai selama setahun terakhir. Tentu saja pandemi Covid-19 sangat mewarnai laporan tersebut. Yang menarik adalah pandemi Covid-19 bukannya menghalangi perkembangan BBC, bahkan sebaliknya BBC menuai hasil yang signifikan sehubungan dengan pandemi tersebut. Semua jalur siaran yang ada mendapat respons positif bukan saja dari masyarakat Inggris, tetapi juga masyarakat dunia.

Penonton BBC iPlayer dilaporkan meningkat 38% dibanding periode yang sama tahun lalu, 3,6 juta user account menggunakan BBC Sound dalam sepekan. 74% orang dewasa di Inggris menyatakan BBC berhasil dalam memberi informasi, BBC dinyatakan sebagai sumber informasi yang berimbang oleh 51% khalayak konsumen berita. Terjadi pertumbuhan bisnis 9% dibanding periode sama tahun yang lalu yang dicapai terutama karena kebijakan investasi konten dan keberhasilan penjualan konten, dan layanan streaming berlangganan. 91% orang dewasa dan lebih dari 80% anak-anak di Inggris mendengar BBC, generasi milenial Inggris menggunakan layanan BBC rata-rata 7 jam 30 menit dalam sepekan. 468 juta orang di dunia menyimak BBC News dan BBC Studio dalam sepekan. BBC memaknai keberhasilan itu sebagai keberhasilan dalam menyampaikan kreatifitas Inggris kepada masyarakatnya dan masyarakat dunia. Hasil yang hanya bisa dicapai tidak saja dengan pemanfaatan teknologi digital, tetapi juga dengan komitmen yang besar terhadap prinsip-prinsip pelayanan publik, menjaga nilai-nilai terpercaya, berimbang, dan akurat.

Menjadi jelas, transformasi digital tidak boleh berhenti hanya seputar masalah teknologi. Transformasi digital perlu diimbangi dengan pengelolaan aspek-aspek lain organisasi, antara lain: Sumber Daya Manusia, Budaya Organisasi, Model Bisnis, dan Manajemen Branding. Mengelola aspek-aspek tersebut secara tepat akan menjadikan kita bisa menarik manfaat sebesar-besarnya dari sekedar transformasi teknologi: menjadikan RRI mampu menyuarakan Indonesia dan nilai-nilai keindonesiaan, merasuki masyarakat Indonesia dan dunia. (red)

Komentar

News Feed