oleh

Omnibus Law-RUU Cipta Kerja: Kontroversi, Polemik, hingga Lampu Merah untuk Pemerintah

SIN _Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Begitulah pengertian paling populer dari demokrasi yang sering kali dilontarkan para politisi di negeri ini. Masalahnya adalah siapa rakyat itu tidak pernah terdefinisikan, rakyat yang dimaksud bisa saja ditujukan untuk kaum menengah ke bawah ataupun kelas menengah ke atas. Omnibus Law-RUU Cipta Kerja, barangkali menjadi pertanda bahwa demokrasi di negeri ini sedang mengalami kedaruratan. Aktor-aktor politik seakan gagal menjadi jawaban untuk setiap aspirasi yang diperjuangkan kelompok masyarakat.

Omnibus Law menurut Audrey O’Brien (2009) diartikan sebagai rancangan undang-undang (bill) yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang. Omnibus Law pertama kali disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. Omnibus Law disinyalir dapat meningkatkan keterkaitan berinvestasi di Indonesia atau menggerakkan ekonomi negara.

Ada empat Omnibus Law yang diusulkan pemerintah kepada DPR, yakni RUU Cipta Kerja, Perpajakan, Ibu Kota Baru, dan Omnibus Law Kefarmasian. Namun, RUU Cipta Kerja menjadi RUU yang mendapat banyak sorotan publik. Kini, RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) telah disahkan menjadi UU Cipta Kerja oleh DPR dalam rapat paripurna pada Senin 5 Oktober 2020. Keputusan itu disahkan di tengah sorotan tajam atas penolakan RUU Cipta Kerja.

Hal ini kemudian memunculkan respons banyak lapisan masyarakat di Indonesia. Tak elak Omnibus Law-RUU Cipta Kerja menjadi tranding di media sosial, banyak komentar negatif yang tertuju kepada pemerintah. Bersamaan dengan disahkannya RUU Cipta Kerja, gelombang penolakan dari berbagai lapisan masyarakat mulai menyeruak, mulai dari petisi, ramainya hastag penolakan hingga demo. Tindakan itu bukan tanpa alasan, RUU Cipta Kerja dinilai hanya menguntungkan beberapa pihak saja (terkhusus untuk investor, pengusaha, dan dunia bisnis) yang notabene adalah golongan ekonomi ke atas.

Baca Juga  Legitimasi Pemerintah Hilang Jika Pilkada 2020 Ditunda

Menarik untuk membahas lebih jauh bagaimana kontroversi, polemik hingga gerakan-gerakan penolakan yang menyelimuti pengesahan RUU Cipta Kerja. Benarkah RUU Cipta Kerja merupakan senjata ampuh untuk menarik para investor atau justru RUU Cipta Kerja menjadi bukti perselingkuhan negara dengan para investor dan pebisnis?

Kontroversi di balik pengesahan RUU Cipta Kerja: Benarkah Senjata Ampuh untuk Menarik Investor?

Selain sorotan tajam mengenai poin-poin di dalam Omnibus Law-RUU Cipta Kerja seperti hak cuti, jam kerja, mempermudah masuknya Tenaga Kerja Asing, dan sebagainya. Ada yang menarik setiap kali membahas RUU Cipta Kerja, salah satunya adalah kontroversi di balik pengesahan RUU tersebut. Pemerintah terlihat terburu-buru bahkan pembahasannya dikebut meski di tengah pandemi Covid-19. Tak seperti biasanya, rapat dilakukan di hari libur, dimulai pagi hingga dini hari. Pemerintah terlihat sangat getol untuk menyelesaikan proyek UU Cipta Kerja. Dalam perjalanannya, Omnibus Law-RUU Cipta Kerja berangkat dari sulitnya melakukan investasi di Indonesia. Karena terdapat regulasi yang masih dis-harmonis atau perizinan yang berbelit bahkan tumpang tindih antara aturan perundangan pemerintah pusat dan daerah yang kerap kali menjadi penghambat masuknya investasi.

Pemerintah menganggap dengan hadirnya RUU Cipta kerja maka akan memudahkan segala regulasi yang terbelit-belit, hal ini dilakukan dengan maksud mendatangkan para investor sehingga lapangan pekerjaan di negeri ini semakin banyak. Namun, Apakah regulasi yang paling utama dalam hal penyebab menghambatnya investasi dan bisnis?

Ternyata tidak demikian, Menurut riset World Economic Forum (2017) menunjukkan bahwa justru korupsi merupakan kendala utama, disusul oleh inefisiensi birokrasi, akses keuangan, infrastruktur yang tidak memadai serta instabilitas pemerintahan. Berdasarkan riset tersebut pertanyaannya Apakah dalam draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja disebutkan untuk memberantas korupsi? Tidak. Apakah ada jaminan tidak terjadi korupsi lagi? Tidak juga. Bahkan yang ada Indonesia mengalami kemunduran yang nyata melalui UU 19/2019 tentang perubahan atas UU 30 tahun 2002 yang melemahkan KPK. Hal yang kemudian patut untuk mempertanyakannya kembali, korupsi yang justru menjadi kendala utama dalam menghambat masuknya investor malahan tidak dijadikan senjata utama untuk menarik investor. Pemerintah justru menjadikan regulasi sebagai cara kilat. Ada kemungkinan hal itu dilakukan sebagai bentuk ambisi negara untuk menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Baca Juga  Aksi Tolak RUU Cipta Kerja Jalan Ke Istana dari Bundaran HI Ditutup Kawat Berduri

Omnibus Law-RUU Cipta kerja disahkan hanya karena negara tidak mempunyai skema lain untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi. Negara ketakutan jika harus masuk ke dalam jurang kemerosotan ekonomi. Terlebih, di tengah pandemi Covid-19 yang menghancurkan ekonomi dunia. Hal ini juga disampaikan Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, yang menilai Omnibus Law RUU Cipta Kerja terdapat kecacatan baik secara formil maupun materiil yang bermasalah secara proses, metode, maupun substansinya. Terlepas dari persoalan yang menjadi latar belakang adanya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja tersebut sebenarnya para elite negara merasa resah dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang terus stagnan serta sulit untuk keluar dari jebakan berpendapatan menengah (Middle Income Trap).

Pemerintah Indonesia kemudian berimajinasi untuk jangka panjang ke depan. Rancangan Omnibus Law RUU Cipta Kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan investasi. Diharapkan nantinya mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang kemudian berpengaruh terhadap peningkatan suatu pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya itu, pemerintah juga ingin menuju negara yang berpendapatan tinggi dan sebagai salah satu negara pertumbuhan ekonomi terbesar dunia.

Munculnya Gerakan-Gerakan Penolakan dan Lampu Merah untuk Pemerintah

Berbagai gerakan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja mulai dari petisi hingga unjuk rasa tidak lagi diinisiasi oleh kelompok buruh semata, kelompok yang disinyalir mengalami dampak terparah karena adanya RUU Cipta Kerja. Berbagai gerakan yang hadir saat ini kini diinisiasi oleh seluruh kelompok masyarakat baik dari kalangan pendidik, akademisi, mahasiswa, pelajar dan sebagainya. Kelompok-kelompok tersebut berunjuk rasa mendesak Jokowi membatalkan RUU tersebut.

Baca Juga  Korwil BEM se-Kalsel ‘Kapok’ Dialog dengan DPR RI dan DPRD Kalsel

Lebih jauh, jutaan buruh yang tersebar di berbagai daerah direncanakan akan menggelar aksi mogok nasional selama tiga hari (6-8 Oktober). Alasannya tidak lain untuk menolak RUU Cipta Kerja yang disepakati lanjut ke sidang paripurna untuk disahkan. Tidak hanya itu, dilansir dari CNN Indonesia (2020) Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menyiapkan beberapa langkah yang akan ditempuh setelah Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) disahkan. Pertama, mogok kerja. Kedua, melakukan negosiasi ulang dengan pemerintah. Buruh berharap pemerintah masih punya hati untuk meninjau kembali aspirasi dari kaum pekerja terkait poin-poin yang sudah terlanjur ada di RUU Ciptaker.

Ketiga, asosiasi juga akan menggerakkan sinergi buruh hingga ke level internasional agar bisa mendesak pemerintah. Keempat, yang menjadi langkah pamungkas buruh adalah menggugat UU Cipta Kerja ke MK. Mirah bilang saat ini berbagai landasan hukum yang bisa digunakan untuk menggugat RUU Ciptaker sedang dipelajari dan dipersiapkan. Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengatakan unjuk rasa buruh untuk menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja akan digelar di lingkungan perusahaan/pabrik masing-masing secara serentak di seluruh Indonesia yang melibatkan sekitar 2 juta buruh.

Tindakan-tindakan tersebut seakan memberikan lampu merah untuk pemerintah yang sedang berkuasa saat ini. Hal ini berkaitan dengan ketidakpercayaan serta kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah yang saat ini sedang berkuasa. Lebih jauh, gerakan-gerakan tersebut bisa saja menggulingkan pemerintah jika gerakan-gerakan tersebut semakin meluas dan tak kunjung dikabulkan. Melihat berbagai respons dari masyarakat di Indonesia, patut untuk dinanti skema apa yang akan dilakukan pemerintah untuk meredam berbagai unjuk rasa.

sumber : siberindo.co

Komentar

News Feed