oleh

Prabowo, Kau Sudah Terlalu Jauh Berubah

KE MANA Prabowo Subianto yang dulu konsisten pada prinsip dan tata hukum?

Syahwatnya untuk meraih jabatan presiden tampaknya membutakan pandangannya.

Hilangnya kepribadian dan kemampuan menilai kebenaran, kebaikan, keadilan, serta etika menimbulkan tanda tanya.

Meski Prabowo mungkin memenangkan pemilihan menurut KPU dan MK, perlu klarifikasi atas sikapnya.

Sudah jelas, pasangan Prabowo-Gibran tidak menjanjikan perubahan, bahkan bisa saja nantinya meninggalkan jejak kerusakan seperti era Jokowi, bahkan lebih buruk.

Hasrat tak terkendali untuk menang mendorong Prabowo menggunakan segala cara, merangkul Gibran untuk memperkuat elektabilitas. Lembaga negara dilibatkannya dalam pelanggaran hukum dan etika: mengubah citra MK, KPU, Bawaslu, serta pemimpin partai yang dulunya tajam bicara.

Baca Juga  Pengusaha Minta Pengertian Buruh

Prabowo, yang dulu dihormati sebagai ksatria gagah perkasa, kini terlihat kehilangan jati diri dan kebijaksanaannya demi membela Gibran. Pujiannya terhadap Gibran terasa kosong, tidak sesuai dengan fakta dan realitas.

Perhatiannya bukan pada status “anak muda” Gibran, melainkan pada proses kontroversial pencawapresannya. Prabowo yang sebelumnya memuji Jokowi, kini mengagumi Gibran, tanpa mempermasalahkan politik dinasti yang seharusnya dihindari.

Baca Juga  Kubu AMIN Sindir Prabowo: Kestabilan Emosi Penting Bagi Presiden

Istilah “demi negara” tampaknya hanya semacam kamuflase untuk kepentingan Jokowi dan keluarganya. Prabowo, yang dulu dikenal sebagai pahlawan kejujuran, kini tak ubahnya penjilat yang membenarkan tindakannya untuk mencapai ambisi menjadi presiden.

Pujian Prabowo kepada Jokowi, yang dianggap zalim dan korup, menimbulkan tanda tanya. Dugaan bahwa semua tindakan Prabowo hanyalah pembenaran atas ambisinya menjadi presiden merupakan penghinaan terhadap nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan keadilan.

Baca Juga  Haidar Alwi Ingatkan Prabowo Agar Tidak Kebablasan Merangkul Koalisi Pemerintahan

Jokowi disorot atas kebijakan yang menguntungkan China dan oligarki taipan. Sulit menemukan kebijakan Jokowi yang benar-benar pro rakyat, mengundang pertanyaan tentang Prabowo yang menjadikan Jokowi sebagai panutan.

Kekaguman Prabowo kepada Jokowi saat rakyat mulai muak dengan kebohongan Jokowi, menunjukkan paradoks dalam pandangannya. Pembenaran terhadap pencalonan Gibran, meskipun dipermasalahkan oleh masyarakat, membuat keraguan akan integritasnya. Perbandingan antara Gibran dan tokoh sejarah juga dianggap tidak relevan. (*)

News Feed