oleh

Berada di 61 Tahun PMII, Antara Peluang dan Tantangan

Oleh : Acep Jamaludin, Wakil Ketua PMII Cabang Kota Bandung.

Dampak wabah Sar-Cov-2 atau Coronavirus menyebabkan disruptif ekonomi serta resesi ekonomi global yang menyebabkan kelumpuhan dan berhentinya aktivitas manusia.

Pandemi ini telah menyebabkan gangguan sosial ekonomi global yang parah, penundaan atau pembatalan acara olahraga, agama, dan budaya, dan kekhawatiran yang meluas akan kekurangan pasokan yang mengakibatkan pembelian panik.

Sekolah dan Universitas telah ditutup baik secara nasional atau lokal di lebih dari 160 negara, mempengaruhi sekitar 97 persen dari populasi siswa dunia. Informasi yang salah tentang virus telah menyebar secara online, dan telah terjadi insiden xenophobia dan diskriminasi terhadap orang-orang Cina, orang-orang lain dari keturunan dan penampilan Asia Timur dan Tenggara.

Tetapi, Indonesia dalam kondisi saat ini kedepan akan menghadapi bonus demografi dimana akankah ini menjadi peluang atau ancaman bagi negara dikemudian hari, sedangkan persiapan sertan komitmen pemerintah dalam menghadapi ini menuai banyak pro dan kontra.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai salah satu organisasi terbesar di Indonesia serta memiliki cabang internasional telah mengalami pasang surut pergerakan mulai dari tahun 1960 awal berdirinya organisasi ini sering ikut serta dalam pergerakan bangsa dan dunia, terbukti PMII ikut andil dalam runtuhnya Orde Lama, lalu Orde Baru serta kondisi sosial politik yang lainnya yang tercatat dalam sejarah.

Berdirinya organisasi ini sampai sekarang mencapai 61 tahun serta tepat pada 17 April ditahun ini, PMII genap menjadi organisasi yang terbilang tua. Apakah organisasi ini siap menghadapi peluang dan tantangan di tahun tahun kedepan dengan berkontribusi jelas bagi negara dan agama?

Baca Juga  Waketum PC PMII Kota Bandung: Kritik Ketua PB HMI Kepada Jokowi Memicu Aksi Teror 2021

Tantangan PMII diangkan 61 tahun, dan perubahan sosial demokrasi indonesia.

Ditengan masyarakat modern bagi pandangan penulis issu dan gerekan demokrasi atau gerakan sivil socity sudahlah tidak efektif untuk dipergunakan untuk menjadikan indonesia sebagai negara yang ramah akan kemanusiaan.

Bayangkan adanya globalisasi dan cepatnya arus informasi serta arus percampuran budaya sangat cepat dan tanpa filter masuk kesendi kehidupan berbangsa dan bernegara yang menyebabkan lahirnya karakter instan, pragmatis laten, dan konsumeris hedonis di tengah masyarakat kita, sehingga pola bernegara kita sudah jauh bergerak kepada titik ketiadaannya manusia termasuk berkembang cepat revolusi industri diindonesia dengan digantikannya pekerjaan manusia oleh robot atau digitalisasi.

PMII dengan tersebarnya diseluruh kampus haruslah memiliki tujuan strategis bagi kadernya untuk menghadapi era demokrasi sosial kedepan, bukan hanya idiologisasi yang hanya diketahui tingkat rayon, komisariat saja namun setelah ke jenjang selanjutnya idiologi hilang digantikan dengan pragmatisme tanpa penjelasan jelas mengenai idiologisasi, lantas bagaimana kelanjutan kader kita kedepan dengan kondisi PMII nya saja sudah absurd tak memiliki jenis kelamin dalam keberpihakan terhadap rakyat.

Dikutip dari Bung Kristeva, bahwa PMII haruslah siap dengan produksi distribusi dan penguasaan wilayah agar gerakan serta agenda kaderisasi kita tidak disabotase di tengah jalan, saya kira ini harus secepatnya menjadi agenda pebahasan yang jelas bagi PMII dibanding hanya menyiapkan rencana strategis 5 tahun kedepan namun kenyataan praktek untuk menuju kesana tidak jelas.

Baca Juga  Launching Laboratorium Inovasi, Hadir Untuk Dinikmati Masyarakat

Kedepan akan jelas demokrasi sosial kita akan mengarah kearah mana, dengan kondisi ekonomi sekarang, adanya bencana wabah, dan kemajuan manusia membuat alat untuk membuat praktis kehidupan, dimana kita berdiri?

Kritik dan Saran untuk peluang PMII Kedepan.

Tujuan tulisan ini bukan untuk membuat gambaran program yang terprinci mengenai tata organisasi masa depan yang dikehendaki. Jika menyangkut urusan pengetahuan dan gerakan kita telah sedikit melebihi tugas yang pada hakikatnya penting, ini karna dalam bidang ini kita mungkin akan segera terpanggil untuk menciptakan kerangka kerja yang di dalamnya pertembuhan di masa depan mungkin akan berlangsung untuk jangka panjang.

Banyak hal akan bergantung pada bagaimana kita menggunakan kesempatan yang akan kita punyai dimasa depan itu. Tetapi apapun yang lakukan, ini hanyalah permulaan dari suatu proses baru yang berat dan panjang, yang didalamnya kita semua berharap akan tahap demi tahap menciptakan suatu lingkungan yang sangat berbeda dari lingkungan yang telah kita kenal selama ini. Setidaknya meragukan apakah pada tahap ini sesuai yang diinginkan dan banyak gunanya atau apakah ada seseorang yang kompeten untuk menyediakannya.

Hal yang terpenting sekarang adalah bahwa kita akan bisa sependapat mengenai prinsip tertentu dan membebaskan diri kita dari beberapa kesalahan yang telah terjadi di masa lampau, betapun pengakuan semacam ini tidak menyenangkan, sudah saatnya rintangan rintangan yang telah menghambat jalan kita karena kebodohan insani kita, dan untuk menyalurkan energi kreatif setiap individu, menggunakan organisasi untuk memandu dan mengarahkan untuk menciptakan kondisi yang cocok untuk kemajuan ketimbang merencanakan kemajuan.

Baca Juga  Kemenparekraf Harap ASEAN Tourism Forum 2023 Sukses Seperti KTT G20

Hal pertama yang dilakukan adalah membebaskan diri kita sendiri dari ancaman yang bertindak dan memberikan informasi kabur dan sukar di masa kini. Kita tidak akan pernah tumbuh menjadi bijaksana sebelum kita mengerti bahwa banyak hal yang telah kita lakukan adalah hal yang sangat bodoh.

Jika kita mau membangun organisasi lebih baik, kita harus memiliki keberanian untuk memulai awal baru bahkan jika itu langkah mundur untuk melompat lebih jauh ke depan. Bukan orang-orang yang percaya pada kecenderungan-kecenderungan yang terelakan yang akan menunjukan keberanian ini, juga bukan orang yang selalu mengkhotbahkan suatu tata baru yang sebenarnya sekedar kecenderungan masa lalu, dan yang taunya hanya meniru. Dalam hal ini kita tidak berhak merasa superior dibanding para pendahulu kita dan kita tidak boleh melupakan bahwa kita lah orang- orang penerusnya dan bukan mereka.

Prinsip pemandunya, bahwa kebijakan yang menjamin kebebasan bagi setiap individu dan memandu serta mengarahkan adalah kebijakan yang benar benar progresif.

News Feed