oleh

Rencana Impor Garam Menuai Pro Dan Kontra

Jakarta – Rencana impor garam 3 juta ton menuai pro dan kontra. Di satu sisi pemerintah beralasan impor garam dibutuhkan untuk kebutuhan industri. Sebab garam produksi dalam negeri belum bisa memenuhi standar mutu yang dibutuhkan industri.

Di sisi lain, petambak berteriak menolak hal tersebut, menyebut stok garam tahun lalu saja belum terserap semua. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang ikut mengamati persoalan tersebut angkat suara.

KPPU satu suara dengan para petambak. Menurut KPPU, kuota impor garam yang ditentukan pemerintah tahun ini dikhawatirkan bakal berakhir mubazir, terutama bila diamati dari sisi kebutuhan sektor industri pengolahannya saja.

Berdasarkan data yang dihimpun KPPU, pertumbuhan sektor industri pengolahan tahun ini diprediksi masih di bawah pertumbuhan sebelum pandemi atau tahun 2019. Pertumbuhan sektor industri pengolahan tahun ini diyakini hanya naik antara 2,49-3,1% saja. Sedangkan, tahun 2019 lalu mencapai 3,8%.

Logikanya, dengan pertumbuhan sebesar itu, kebutuhan garam industri tahun 2019 akan lebih banyak dari tahun ini. Akan tetapi, di tahun tersebut, Indonesia hanya mengimpor 2,5 juta ton garam, dan industri pengolahan cukup-cukup saja dengan stok tersebut.

Baca Juga  Dokter Siloam Hospital Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, Sp. BS, FINPS sebagai Penerima Rekor MURI

Rekomendasi tahun ini yang mencapai 3 juta ton garam tentu berpotensi berlebih dan akhirnya bisa saja masuk ke pasar garam rakyat. Dari situlah sumber masalah bisa muncul.

Demikian pula dengan prediksi kebutuhan garam yang sebanyak 4,6 juta ton tahun ini. Prediksi itu dikhawatirkan overestimasi. Menurut KPPU, perkiraan kebutuhan garam 4,6 juta ton itu bisa saja keliru. Mengingat saat ini masih pandemi, kebutuhan akan garam tak mungkin bisa melonjak dibanding tahun lalu.

Akan tetapi, prediksi 4,6 juta ton gram itu meningkat sebanyak 4,7% dari proyeksi kebutuhan garam 2020. Padahal belum tentu kebutuhan garam tahun ini lebih besar dari tahun lalu.

Bila dibiarkan bisa menjadi sumber masalah salah satunya memicu praktik rente.

“Penetapan kebutuhan garam 4,6 juta ton tahun ini dan alokasi impor 3 juta ton berpotensi over estimasi,” ujar Direktur Kebijakan Persaingan KPPU Taufik Ahmad dalam konferensi pers virtual, Selasa (20/4/2021).

Baca Juga  Chelsea Berniat Beli Aguero Jika Gagal Membeli Haaland

Hal lain yang perlu diperhatikan pemerintah adalah terkait proses importasinya. Pemerintah menyerahkan wewenang kepada para pelaku usaha untuk melakukan impor garam sesuai alokasi kuota yang ditetapkan untuk kebutuhan dalam negeri.

Namun, sayangnya, di sini pemerintah kurang tegas dalam mengawasi, sehingga dari total rekomendasi impor yang sudah dikeluarkan 2,1 juta ton untuk periode Januari-April 2021, realisasi impor yang dilakukan pelaku usaha baru mencapai 412 ribu ton atau 19% dari total rekomendasi tersebut.

Apabila dihitung dari alokasi awal yang 3 juta ton, maka realisasinya sampai April baru sampai 13,38%. Dikhawatirkan akhir tahun nanti Indonesia malah kelebihan garam impor, bila proses importasinya tak diawasi dengan baik.

“Ini perlu dicermati juga oleh kita bersama, dengan realisasi 4 bulan pertama ini belum mencapai 1/3 dari kuota sebesar 3 juta ton, padahal kalau dihitung per 4 bulan jadi ada 3 periode, kalau kita bagi 3 aja berarti harusnya 4 bulan pertama ini realisasi impor sudah mencapai 1 juta ton,” sambungnya.

Baca Juga  Erick Thohir: Jadikan Masjid Sebagai Mercusuar Peradaban

PR keempat adalah soal pengawasan pasca impor. Pemerintah dinilai tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap penggunaan garam impor oleh importir.

“Jadi berapa besar yang digunakan dan berapa besar yang disalurkan ke pihak lain itu tidak diawasi, jadi ada kemungkinan terdapat sisa stok garam impor yang tak terpakai oleh industri sehingga berpotensi ke pasar garam rakyat,” katanya.

Potensi masuknya kelebihan garam impor ke pasar garam rakyat semakin besar apabila importir tidak melaporkan penggunaan serta penyaluran garam impornya kepada pemerintah.

“Dampaknya bisa terjadi disparitas harga antara garam impor dengan garam rakyat, dan menjadi insentif yang signifikan bagi pelaku usaha untuk melakukan perdagangan lintas pasar tersebut,” imbuhnya.(*/cr9)

Sumber: finance.detik.com

News Feed