Jakarta – Bill Gates, Orang terkaya keempat di dunia ini sedang asik-asiknya berinvestasi di lahan pertanian. Data menunjukkan Gates jadi pemilik lahan pertanian terluas seantero Amerika Serikat.
Dikutip dari Financial Times, Minggu (18/4/2021) berdasarkan data publikasi The Land Report, total kepemilikan aset Bill Gates dalam bentuk lahan pertanian mencapai 242.000 acre atau sekitar 979 km persegi. Ukurannya lebih luas dari Jakarta bahkan lebih besar dari negara Singapura.
Lahan miliknya berada di wilayah The Horse Heaven Hills, lahan pertanian di sebelah selatan negara bagian Washington dan dekat dengan perbatasan negara bagian Oregon.
Lahan dengan luas 58 km persegi yang dibelinya hampir tiga tahun silam ini merupakan lumbung bagi perkebunan anggur juga kentang.
Wilayahnya yang berupa perbukitan, kawasan ini juga merupakan lahan untuk membangun turbin angin pada pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).
Di AS, 97,8 persen lahan pertanian dikelola Departemen Pertanian AS, hanya 2,2 persen yang dimiliki swasta.
Khusus di AS saja, dana lahan pertanian mengumpulkan USD 5,7 miliar atau sekitar Rp 82 triliun pada tahun 2019, tertinggi pasca krisis, sebelum arus masuk tersebut surut menjadi USD 2 miliar atau kurang dari Rp 29 triliun tahun lalu di tengah pandemi, menurut data Preqin.
Beberapa ahli berpendapat bahwa investasi di lahan pertanian cukup menjanjikan, pasalnya kebutuhan akan sumber bahan pangan akan terus meningkat selama tahun-tahun ke depan seiring meningkatnya jumlah populasi di dunia.
Konsep ini mirip dengan salah satu nilai yang dipromosikan Gates dalam lembaga amalnya, Bill and Melinda Gates tentang inovasi pertanian. Melalui yayasannya, Gates berharap mampu mendukung perbaikan sektor pangan di negara-negara miskin di dunia.
Inisiatif pembelian lahan dalam ukuran yang luas ini dilihat sejumlah pakar juga tidak lepas dari permasalah lingkungan. Apalagi Bill Gates juga cukup terkenal dengan komitmennya terhadap perubahan iklim, ini mungkin salah satu alasannya.
“Ada pelarian pasca-resesi (krisis 2008) ke aset yang aman, tetapi tren yang lebih besar mungkin merupakan faktor yang terkait dengan mitigasi iklim,” sebut Emily Norton, kepala penelitian pedesaan di agen properti Savills
Beberapa ahli telah mencatat lahan pertanian yang telah dibeli oleh investor skala besar menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih rendah daripada lahan yang digunakan untuk peternakan. Ditambah dengan adanya inovasi teknik pertanian regeneratif, juga dapat membantu mengurangi emisi lebih banyak lagi.
Di Inggris, pasca Brexit, subsidi pertanian juga akan dikaitkan dengan kinerja lingkungan. Ketentuan baru ini berpotensi memberi investor insentif yang besar apabila mereka mampu mengurangi hasilan emisinya bahkan mendekati nol.
“Saya pikir ini akan menjadi tren global – mencari aset lahan yang terdegradasi dan mengubahnya menjadi status lingkungan yang lebih tinggi, baik melalui pertanian organik, regenerasi lahan, atau agri-kehutanan.” sebut Norton. (*/cr9)
Sumber: m.liputan6.com